Jumat, 11 Maret 2011

Bimo dan Burung kecil

Bimo dan Burung Kecil
Sepulang sekolah, Bimo meletakkan sepedanya di teras samping dan menguncinya. Bimo lalu melepaskan melepas sepatunya di teras depan sambil bersiul kecil. Ketika ia tengah asyik melepas ikatan tali sepatu, ia melihat seekor burung kecil tak jauh dari tempatnya duduk. Burung itu tengah meloncat-loncat di antara rumput-rumput kecil berbunga halus di halaman rumahnya. Bimo terus memperhatikan burung kecil itu, ia bertanya dalam hati: apa yang sedang dilakukannya? Tak lama burung itu terbang dengan sebatang bunga rumput di paruhnya. Rupanya burung kecil itu tengah membuat sarang dari bunga rumput. Bimo melihat ke atas, mengawasi ke mana burung itu bersarang sampai suara panggilan Bunda terdengar dari dalam rumah.
“ Bimooo, ayo ganti baju dulu, Nak...”
“ Iya, Bunda....”
Cepat Bimo berlari masuk ke dalam rumah lalu mengganti bajunya. Sesudah berganti baju dan makan siang, Bimo kembali duduk di teras depan. Dia masih ingin melihat burung kecil itu. Kali ini ada dua ekor burung kecil di antara rerumputan. Sama seperti tadi, dua burung itu bergantian mematahkan bunga rumput lalu menjepitnya di paruh mereka dan terbang ke atas pohon.
“ Ahaa, sekarang aku tahu di mana sarang burung itu!” Bimo bergumam sambil mengawasi si burung. Rupanya, burung itu tinggal di antara dedaunan pohon sawo di dekat teras samping rumah Bimo. Sarangnya terlihat dari bawah. Bimo yakin di sarang itu ada beberapa telur burung atau bahkan anak burung yang baru menetas.
“ Mereka pasti lucu-lucu.” Bimo berkata lirih.
Hari ini hari Minggu, itu berarti sekolah Bimo libur. Dari pagi Bimo menunggu di bawah pohon sawo dengan sebuah galah di tangannya. Ia akan emngambil sarang burung itu dan memilhara anaknya. Bunda baru pulang dari pasar saat Bimo mulai mengarahkan galahnya ke sarabg burung.
“ Bimo, sedang apa kamu?” tanya Bunda.
“ Di atas sana ada sarang burung, Bunda. Bimo akan memelihara burung.” Jawab Bimo senang.
“ Tapi nanti induk burungnya kehilangan anaknya, sayang. Induknya pasti sedih.” Bunda mengambil galah yang dipegang Bimo.
“ Tapi kan Bimo mau memliharanya, Bunda. Bimo tidak mau membunuhnya kok, pasti induk burung senang dan berterimakasih pada Bimo.” Ia membela diri.
“ Bimo, induk burung itu pasti lebih tau bagaimana cara merawat bayi burung daripada manusia. “ ujar Bunda bijak. Bimo mengalah lalu membiarkan Bunda mengambil galahnya. Akan tetapi, keesokan harinya, sepulang sekolah saat Bunda sedang memasak di dapur, Bimo kembali berusaha mengambil anak burung itu. Dan, berhasil! Dua ekor anak burung yang masih jarang bulunya itu jatuh di depan Bimo masih bersama sarangnya. Bimo girang mengambil anak burung itu dan meninggalkan sarangnya di bawah pohon sawo. Sayangnya, Bimo menemukan anak burung itu mati pagi harinya. Bimo lupa meletakkan tempat burung ittu di atas meja hingga si Belang, seekor kucing liar sudah memakan sebagian tubuhnya. Anak burung yang lain ternyata juga telah mati. Sementara itu, induk burung terlihat terbang ke sana ke mari di atas pohon sawo, sepertinya ia kebingungan mencari anak-anaknya.
@@@
Seminggu kemudian, Bunda mengajak Bimo ke sebuah pameran buku. Bimo senang sekali karena di sana ada banyak buku untuk anak-anak. Bimo sibuk memilih-milih buku di sebuah meja yang menjual buku tentang dinosaurus. Bimo tidak sadar kalau Bunda sudah berpindah meja, sampai bebrapa waktu kemudian ia kebingungan mencari Bundanya. Ia berjalan pelan-pelan menyusuri lorong di antara rak-rak buku yang ramai mencari Bunda. Tapi sayng ia belum juga menemukan Bunda sampai kemudian ia menangis. Seorang kakak laki-laki menanyainya.
“ Kenapa kamu menangis?”
“Bunda nggak ada...Bimo bingung nyariin Bunda.” Bimo berkata sambil sesenggukan. Kakak yang baik hati itu lalu menggendong Bimo yang masih tetap memangis sambil memanggil-manggil Bunda. Bimo rupanya diajak ke bagian informasi. Di sana Bimo bertemu dengan Kakak berjilbab yang menanyai Bimo.
“ Siapa namanya, Adek?”
“ Bimo.”
Ia lalu memabantu Bimo memanggil Bunda dengan pengeras suara. Tak lama kemudian Bunda datang. Ternyata Bunda hanya ke kamar kecil sebentar. Bunda juga panik saat mengetahui Bimo tidak lagi ada di penjual buku anak-anak. Bimo memeluk Bunda masih sambil menangis.
“ Sekarang Bimo tau kan bagaimana rasanya anak burung yang jauh dari induknya?” Bunda bertanya sambil memegang bahu Bimo. Bimo mengangguk sambil menghapus air matanya.
“ Anak burung itu pasti sedih dan ingin bertemu dengan induknya, begitu juga induk burung yang jauh ingin bersama anak-anaknya.” Bunda melanjutkan sambil menggandeng tangan Bimo keluar dari tempat pameran. Dalam hati, Bimo berjanji tidak akan mengambil anak burung dari sarangnya di atas pohon. Bimo juga akan melarang semua teman-temannya yang akan mengambil anak burung itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar